Daun sebagai wahana komunikasi dalam kesusasteraan Melayu
Komunikasi manusia Melayu dengan alam sangat akrab dan ia sering menjadi ilham dalam pengkaryaan. Ilham itu juga membentuk satu jaringan komunikasi yang tersendiri antara penulis dengan pembaca. Masyarakat Melayu termasuk masyarakat Mandailing memiliki bentuk komunikasi yang tersendiri terkait de...
Saved in:
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia
2020
|
Online Access: | http://journalarticle.ukm.my/16087/1/42781-138172-1-PB.pdf http://journalarticle.ukm.my/16087/ https://ejournal.ukm.my/mjc/issue/view/1322 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Komunikasi manusia Melayu dengan alam sangat akrab dan ia sering menjadi ilham dalam
pengkaryaan. Ilham itu juga membentuk satu jaringan komunikasi yang tersendiri antara penulis
dengan pembaca. Masyarakat Melayu termasuk masyarakat Mandailing memiliki bentuk komunikasi
yang tersendiri terkait dengan alam sekitar khasnya pepohonan dan tumpuan terhadap jenis daun.
Hata bulung-bulung atau bahasa daun-daunan digunakan mereka untuk tujuan komunikasi soal emosi
yang ada hubungan dengan bunyi nama daun yang digunakan. Kajian ini meninjau hasil karya sastera
Melayu yang terkait dengan bentuk “komunikasi daun” dengan memanfaatkan kerangka
intertekstualiti. Dasar fahaman intertekstualiti yang digagaskan awal oleh Mikhail Mikhailovich
Bakhtin dan Julia Kristeva adalah komunikasi antara teks. Beberapa prinsip intertekstualiti seperti
ekspansi, transformasi dan parallel, dipertimbangkan dalam melihat dua karya sastera Melayu yang
memanfaatkan komunikasi daun seperti dalam cerpen “Tamsil Daun” (2012) oleh Mawar Safei dan
novel Daun (2008) oleh Malim Ghozali Pk. Cerpen “Tamsil Daun” mengajukan bentuk komunikasi daun
sebagai pernyataan makna kepatuhan dalam permasalahan penutupan aurat. Sementara novel Daun
memaparkan pertelingkahan sahsiah dan sosial yang kemudiannya sangat terkait dengan jiwa
manusia Melayu yang peka dengan perubahan persekitarannya. Jelas kedua-dua pengarang
menerapkan bentuk komunikasi daun sebagai pengucapan pemikiran mereka dalam karya yang
dihasilkan kerana ia mempunyai gandingan komunikasi manusia dengan alam. |
---|